STOP Doomscrolling! Apa & Mengapa?

STOP Doomscrolling! Apa & Mengapa?

2 menit baca

Cukup. Paparan berita buruk selama ini tanpa disadari bisa mengganggu kesehatan kita.

Saat dikelilingi berbagai berita buruk, biasanya kita memiliki opsi untuk; menghindar dari semua berita itu, yang pada akhirnya membuat kita tenang tapi justru tidak ter-update sama sekali, atau membaca secara obsesif setiap detail informasi tentang topik “buruk” itu.

Technium, sebuah jurnal psikologi di USA yang membahas perubahan sosial, dalam edisi terakhir – terbit 9 Desember 2021 – menyebutkan bahwa belakangan ini, banyak orang yang memilih untuk memantau berita buruk secara berlebihan, hingga ke taraf obsesif. Aktivitas ini dinamakan doomscrolling – secara harafiah bermakna, memantau hari kiamat. Kamus besar Merriam-Webster bahkan telah memasukkan kata tersebut ke dalam inventori mereka, yang diubah menjadi “doomsurfing” agar lebih cocok digunakan di berbagai platform digital.

Kondisi ini bisa dimengerti sehubungan dengan pandemi yang berlangsung dan berdampak pada berbagai lini kehidupan; ekonomi, profesi, kehidupan sosial dan kebiasaan. Ketika kita terpaksa membatasi aktivitas dan berdiam di rumah, maka akses ke digital gadget meningkat. Dalam artikel di jurnal itu dipaparkan data bahwa anak-anak berusia 6-12 tahun bahkan mengakses gadget 50% lebih banyak dibandingkan biasa. Tak heran, mereka harus mengikuti pembelajaran online.

Apakah Anda termasuk kelompok yang mengakses digital gadget berlebihan, dan terperangkap dalam aktivitas doomscrolling? Tak yakin? Coba selami faktanya.

Obsesif memantau berita buruk
Doomscrolling atau doomsurfing, adalah kata-kata baru yang digunakan untuk menggambarkan kecenderungan untuk terus menelusuri atau menelusuri berita buruk, meskipun berita itu menyedihkan, mengecewakan, atau menyedihkan, kata Merriam-Webster. Jadi, hal ini tidak terbatas pada informasi tentang COVID-19 saja, melainkan tentang banyak hal termasuk tindakan kekerasan, dan perundungan.

Menurut artikel tersebut, ternyata otak manusia terprogam untuk berpusat pada hal-hal negatif karena hal tersebut dapat membahayakan secara fisik. Jadi ini adalah sistem alarm agar manusia terhindar dan dapat menjaga diri dari berbagai bahaya. Secara tidak sadar manusia modern telah mengasahnya berlebihan, sehingga fungsi alarm itu bergeser. Dampak yang dialami adalah setelah mendengarkan atau mengakses kabar buruk akan muncul pertanyaan yang membutuhkan jawaban, dan memenuhi kebutuhan itu akan membuat seseorang merasa lebih baik. Motif inilah yang membuat seseorang tanpa sadar terus-menerus menggali informasi dan akhirnya terjebak dalam doomscrolling.

Alih-alih merasa terpenuhi, informasi yang berlebihan tentang hal-hal buruk cenderung memicu kecemasan, rasa tertekan dan pada akhirnya terisolasi. Hal ini tentu bervariasi pada setiap orang, tapi jelaslah bahwa mengelola informasi buruk berlebihan bukanlah sesuatu yang baik.

Menghentikan doomscrolling:

  1. Kita harus bertekad untuk menghentikan kebiasaan memantau berita buruk ini secara total. Abaikan dorongan untuk memantau berita setiap pagi sesaat bangun tidur. Jika perlu, buat kebiasaan baru yang dapat mengalihkan kebiasaan itu.
  2. Batasi waktu Anda mengakses gadget dan memantau berita. Misalnya 15 menit yang dilakukan hanya sekali dalam sehari. Setelah itu, jangan lagi mengakses berita sepanjang hari. Terlebih jika berita itu memicu kecemasan atau stres.
  3. Latih diri untuk menemukan sisi positif dari sebuah peristiwa, atau berita. Berbeda dari kemampuan otak mengantisipasi hal negatif, kita perlu membiasakan dan melatih diri untuk menemukan hal positif. Setidaknya latih diri Anda untuk menemukan 3 hal positif setiap hari. Seiring waktu, otak akan terbiasa melakukannya.

Anda tak perlu menunggu berhasil untuk membagi saran ini pada orang di sekitar, terlebih jika Anda menemukan mereka memiliki kebiasaan atau kecemasan yang serupa. Setiap kali berbagi, sadarilah bahwa Anda bahkan telah melakukan sesuatu yang positif. Tindakan ini akan membantu diri Anda memerangi doomscrolling! Yuk, jangan ditunda. Segera terapkan dan berbagi.

Photo by Brian McGowan on Unsplash