- Depan >
- Sapa Hidup >
- Profesi >
- Serba-serbi Cuti Menstruasi
Serba-serbi Cuti Menstruasi
Siapa yang rela terlihat tidak bisa mengendalikan emosi saat bekerja, atau sakit kepala hingga tak berdaya di depan komputer? Lebih baik ada di kamar, sekalipun kehilangan sehari hak cuti! Situasi ini lumrah dialami perempuan saat menstruasi.
PMS atau gejala menstruasi, adalah hal yang selalu dialami perempuan secara periodik selama usia produktifnya. Gejala tersebut, ada yang dialami sangat ringan sehingga tidak terasa, tetapi ada juga yang sangat intens, sehingga menyebabkan penurunan kualitas hidup karena menghambat aktivitas termasuk bekerja.
Akibatnya, seringkali pada hari-hari awal menstruasi, banyak perempuan bekerja yang terpaksa tidak masuk kantor. Sebagian bahkan sampai terpaksa harus merelakan hak cutinya dipotong karena ketidakhadiran ini. Siapa juga yang rela terlihat tidak bisa mengendalikan emosi di hadapan teman sekerja, atau sakit kepala sepanjang hari dan tak berdaya memandang monitor komputer? Lebih baik ada di kamar, sekalipun hilang sehari cuti! Tetapi tahukah, pemerintah sebenarnya melindungi kebutuhan pekerja perempuan ini.
Di antara sejumlah Undang-undang Ketenagakerjaan, terselip UU no.13 tahun 2003 yang mengatur kondisi ini. Menurut undang-undang tersebut karyawan perempuan yang sedang menstruasi berhak mendapatkan cuti penuh. Tepatnya, UU No.13 Tahun 2003 Pasal 81, adalah:
(1) Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Penerapan UU ini, sebagai mana ayat 2, diserahkan pada setiap perusahaan atau lembaga. Ada perusahaan yang mengharuskan karyawan perempuan membuktikan kondisi PMS beratnya ini dengan surat keterangan dokter, hingga ada yang menghitung pemotongan insentif karena tidak bekerja. Hal ini wajar saja, mengingat badan usaha memang sangat tergantung pada produktivitas karyawan, dan ada bagian UU tersebut yaitu pada pasal 84 yang menyatakan bahwa perusahaan tidak wajib membayar upah penuh bagi karyawan perempuan yang meminta cuti haid.
So... pergunakan dengan bijak hak kita ini, dan tentu saja sebagai bagian dari gerakan emansipasi, kita toh tidak mudah kalah karena kondisi biologis kita dalam berprestasi!
Photo by Brooke Lark on Unsplash
- Topik Lainnya
- Cuti
- Karier
- Menstruasi