Sejarah Singkat Hiasan Pohon Natal

Sejarah Singkat Hiasan Pohon Natal

1 menit baca

Identik dengan perayaan kelahiran Yesus Kristus, pohon natal sebenarnya bukan tradisi keagamaan.

Natal baru saja berlalu, dan perayaan itu identik dengan Pohon Natal. Sesungguhnya Pohon Natal adalah pohon cemara, sama sekali tidak ada hubungannya dengan ritual keagamaan. Pohon ini digunakan sebagai hiasan karena di saat perayaan Natal di Eropa – berlangsung musim dingin – hanya pohon cemara yang bertahan penuh daun hijau. Hijau daun pohon cemara ini menenangkan, membawa harapan selama hari-hari musim dingin dan malam-malam yang panjang, bahwa akan ada hari cerah kembali.

Tradisi pohon Natal diperkirakan berasal dari Jerman, bermula di abad ke-16. Ketika itu pohon cemara kecil dibawa masuk ke dalam rumah, dihiasi lilin, apel, kacang-kacangan, dan buah beri. Seiring waktu, tradisi ini menjadi ritual kaum Kristiani dan menyebar ke seluruh Eropa. Kebiasaan ini dibawa oleh para imigran Jerman ke Amerika pada abad ke-18 dan ke-19, yang segera diadopsi oleh orang kaya Amerika. Sejak inilah ornamen atau hiasan pohon Natal menjadi benda yang dibutuhkan.

Pada tahun 1890-an, Woolworth Department Store di Amerika Serikat mulai menjual hiasan pohon Natal yang diimpor dari Jerman dengan asset mencapai $25 juta  ketika itu [setara Rp. 358.575.000.000]. Hiasan yang digemari ketika itu terbuat dari timah dan kaca buatan tangan. Seiring berjalannya waktu, dekorasi pohon menjadi semakin berseni, menggabungkan bahan-bahan baru seperti perada, sutra, dan wol. Segera saja ornamen buatan tangan, dari Jerman itu disaingi produksi masal Jepang dan Eropa Timur karena perhiasan Natal menjadi usaha komersial global.

Saat ini, pohon Natal dan hiasannya telah menjadi tradisi lintas budaya yang terintegrasi. Keluarga-keluarga di seluruh dunia senantiasa menunggu waktu di ujung tahun untuk kembali menghias cemara mereka, dan menikmati ragam dekorasi dan ornamen yang mereka pilih.

Photo by freestocks on Unsplash