
Gangguan Kesehatan Reproduksi Mengancam Nyawa Perempuan
Akses kesehatan yang layak untuk perempuan adalah jaminan keberlanjutan hidup ibu dan anak. Sayangnya, hal ini masih belum berjalan dengan baik.
Hasil evaluasi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) dan telah diterbitkan dalam jurnal kesehatan "The Lancet" beberapa waktu lalu mengungkapkan data bahwa tingkat kematian perempuan akibat gangguan kesehatan reproduksi sangat besar dan cenderung meningkat. Pendarahan hebat dan infeksi setelah melahirkan adalah pembunuh terbesar, tetapi tekanan darah tinggi, persalinan macet, dan aborsi tidak aman turut berkontribusi pada kematian.
Menurut perkiraan PBB pada akhir 2018, 303.000 perempuan per tahun meninggal saat melahirkan, atau sebagai akibat dari komplikasi yang timbul dari kehamilan. Ini sama dengan sekitar 830 perempuan meninggal setiap hari atau satu orang setiap dua menit.
Selain itu, tim peneliti dari Guttmacher Institute dan UNDP/UNFPA/UNICEF/WHO/World Bank Special Programme of Research, Development and Research Training in Human Reproduction (HRP) mencatat bahwa sepanjang 2015-2019 ada 121 juta kehamilan tidak diinginkan di seluruh dunia, dengan 61 persen atau setara dengan 73 juta berakhir dengan aborsi. Angka aborsi cukup tinggi di negara berpendapatan rendah dan menengah karena kurangnya akses kontrasepsi yang terjangkau, serta layanan kesehatan seksual dan reproduksi.
"Gambaran statistik ini adalah kondisi tragedi manusia yang mengejutkan. Sangat jauh dari kemajuan yang diharapkan saat ide tentang kesehatan reproduksi dicetuskan di Kairo tahun 1994," kata Asisten Direktur Jendral Kesehatan Keluarga dan Komunitas WHO, Joy Phumaphi.
Kondisi ini terjadi karena masalah kesehatan seksual dan reproduksi cenderung diabaikan. Komitmen pemerintah negara berkembang serta dunia internasional terhadap upaya penanganan masalah kesehatan seksual dan reproduksi melemah. Contohnya, pendanaan untuk pelayanan kontrasepsi di negara berkembang saat ini menurun dibandingkan dana penelitian penyakit HIV/AIDS sehingga jumlah pasangan yang bisa melakukan kontrasepsi kini relatif rendah.
“Di negara dengan layanan kesehatan yang aman, terjangkau, dan berkualitas, ibu dan anak dapat bertahan hidup dan bertumbuh dengan baik,” terang Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direkur Jenderal WHO. “Inilah kekuatan jaminan kesehatan universal.”
Oleh karena itu, jika Anda atau kerabat sedang hamil, sebaiknya rutin melakukan konsultasi selama hamil dan menjelang persalinan, minimal empat kali selama kehamilan. Selain itu, pastikan mendapatkan akses kesehatan yang layak dengan persalinan di klinik atau rumah sakit yang memiliki peralatan medis lengkap dan tenaga kesehatan yang terlatih.
Photo by Anna Pritchard on Unsplash
- Topik Lainnya
- Kesehatan Reproduksi
- Hamil
- Aborsi