- Depan >
- Sapa Hidup >
- Interaksi >
- Cara Cerdas Siasati Kegaduhan Interaksi Media Sosial
Cara Cerdas Siasati Kegaduhan Interaksi Media Sosial
Interaksi di media sosial kian intens dan berpotensi memicu "tragedi hati". Jangan biarkan hal ini terjadi dengan menerapkan etika komunikasi terkini.
Seiring berkembangnya cara baru berkomunikasi dengan media sosial, kita saat ini terjebak dalam situasi yang tak jelas. Dulu, kita tidak perlu selalu bertemu dengan seseorang yang membanggakan ukiran alis dan wajahnya. Sebaliknya sekarang, kita seakan "dipaksa" melihat karena foto wajahnya di-upload setiap hari. Okay... A picture tells a thousand stories. Tapi wajah yang itu-itu saja, tanpa penjelasan berarti tentang tutorial menggambar alis misalnya, tak akan memberi informasi apa pun, bukan?! Tak heran jika kemudian dengan cepat kita klik icon hide atau mute.
Para ahli etiket belakangan telah berhasil menyusun panduan agar kita bisa menyiasati kondisi tertentu yang tidak nyaman kita hadapi di era media sosial ini. Hal-hal yang paling kita butuhkan antara lain:
Menyisati teman yang terlalu sering meng-update.
Jelaslah bahwa Facebook dan** Instagram** adalah sarana untuk mendapatkan perhatian, penguatan, dan pembenaran. Dalam waktu sekejap ketika seseorang meng-update akunnya, ia akan mendapatkan feedback. Tak heran jika seseorang yang addict terhadap respons akan mengulanginya terus. Di sisi lain, orang yang melihat posting-an itu, lama kelamaan menjadi bosan.
Hal ini cenderung tidak disadari; sekalipun kita menggunakan internet, hubungan yang terjalin tetaplah hubungan antara manusia yang membutuhkan take and give. Pikirkan dampak perilaku Anda terhadap orang lain setiap kali akan meng-update. Informasi apakah yang Anda bagikan saat itu? Cukup unikkah sehingga perlu dibagikan? Akun yang Anda gunakan memang milik Anda, tetapi materi yang Anda update akan muncul di timeline teman Anda.
Di sisi lain, jangan merasa berkewajiban untuk merespons hal-hal yang berlebihan. Algoritme facebook dan instagram bekerja berdasarkan interaksi kita terhadap posting-an seseorang. Semakin jarang kita bereaksi, semakin jarang kita ter-update oleh posting-an itu. Sebagai dampak; semakin sedikit respons yang diterima, sangat mungkin jenis update yang membosankan itu akan berkurang.
Merespons ajakan pertemanan yang tidak "diinginkan".
Cara paling mudah menyiasati ajakan pertemanan yang tidak diinginkan adalah "terima" dulu, setelah itu manfaatkan fasilitas "pengaturan" untuk membatasi responsnya terhadap Anda. Kecuali jika Anda memang ingin menyampaikan penolakan yang mungkin memengaruhi hubungan di dunia nyata. Tak usah saja terima ajakan pertemanan seseorang. Sekalipun tak nyaman, kita toh tak perlu bersahabat dengan semua orang, bukan?
Bagaimana jika orang yang mengirimkan ajakan pertemanan adalah atasan atau mertua, dan mereka mempertanyakan alasan kita belum meresponsnya? Hal seperti ini tidak perlu menjadi pengecualian. Bahkan mereka pun tak bisa memaksa kita untuk berteman. Katakan saja terus terang bahwa hubungan kita dengan mereka berada di tataran yang berbeda, kita menghormati mereka dan sangat ingin memisahkan antara hubungan yang nyata dan tidak nyata. Case close.
Menghadapi konten negatif.
Kita tidak boleh lupa bahwa aktivitas di media sosial adalah murni tanpa paksaan. Setiap pemilik akun bisa meng-update; kapan dan apa saja yang diinginkan. Tetapi jika update yang dilakukan teman-teman di media sosial terasa mengganggu, bisa jadi media sosial bukan lingkungan yang tepat untuk Anda. Ada banyak cara untuk menghadapinya; tak perlu ditanggapi, atau paling ekstrem, non-aktifkan saja akun Anda.
Merespons komen yang mengarahkan postingan kita untuk bercerita tentang dirinya.
Seperti halnya sandang, pangan dan papan; perhatian adalah kebutuhan dasar manusia. Jadi tidak heran jika upaya untuk mendapatkan perhatian juga dilakukan dengan media sosial. Setiap materi yang di-posting bisa saja "diubah arah" dan digunakan seseorang untuk bercerita tentang dirinya. Jadi apa yang bisa dilakukan selain memutuskan untuk tidak meng-update apapun? Tidak ada. Jadi jika seseorang menggunakan materi yang Anda untuk bercerita tentang dirinya agar tidak berlarut-larut klik saja icon jempol atau katakan hal yang positif seperti... Amin, Semoga semua baik!
Pendek kata, tak perlu terlalu dimasukkan ke hati apapun yang terjadi di media sosial. Itu hanya cara berkomunikasi dengan teknologi, kehidupan nyata Anda tak ada di sana!
Photo by Allie Smith on Unsplash
- Topik Lainnya
- Media Sosial
- Posting
- Internet